Jangan takut jatuh, karena yang tidak pernah memanjatlah yang tidak pernah jatuh. Jangan takut gagal, karena yang tidak pernah gagal hanyalah orang-orang yang tidak pernah melangkah. Jangan takut salah, karena dengan kesalahan yang pertama kita dapat menambah pengetahuan untuk mencari jalan yang benar pada langkah yang kedua.

Daftar Isi

Sunday, September 28, 2014

Tiga Prinsip Islam

Menjadi muslim termasuk karena orang tua kita muslim sehingga kitapun menjadi muslim merupakan sesuatu yang harus kita syukuri, hal ini karena banyak orang yang harus mencari-cari Islam hingga berpindah-pindah agama  meskipun akhirnya mereka menemukan Islam dan menjadi muslim yang sejati. Sebagai tanda syukur itu, maka sesudah menjadi muslim kita harus memegang prinsip-prinsip dalam Islam yang amat pokok.
Paling tidak, ada tiga prinsip Islam yang kita semua harus menjalaninya dalam kehidupan yang singkat ini.

1.  Niat Yang Ikhlas.

Beramal yang shaleh merupakan suatu konsekuensi dari keimanan. Namun, suatu amal yang dilakukan setiap muslim harus memiliki niat atau motivasi, yakni niat yang ikhlas karena Allah swt. Secara harfiyah, ikhlas artinya bersih, murni dan tidak ada campuran. Maksudnya adalah bersihnya hati dan pikiran seseorang dari motif-motif selain Allah swt dalam melakukan suatu amal. Orang yang ikhlas adalah orang yang melakukan sesuatu karena Allah swt dan mengarapkan ridha-Nya, inilah amal yang bisa diterima oleh Allah swt. Dalam suatu hadits, Rasulullah saw bersabda:

لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنَ الْعَمَلِ اِلاَّ كاَنَ لَهُ خَالِصًا وَابْتَغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
Allah tidak menerima amal, kecuali amal yang dikerjakan dengan ikhlas karena Dia semata-mata dan dimaksudkan untuk mencari keridhaan-Nya (HR. Ibnu Majah).

Oleh karena itu, ikhlas dalam beramal memiliki kedudukan yang sangat penting yakni kunci diterimanya amal kita oleh Allah swtdan ini akan memberikan ketenangan jiwa yang sangat dalam, karena ia merasa tidak sia-sia dalam beramal, bahkan dengan niatnya yang ikhlas seseorang sudah mendapatkan pahala dari Allah swt meskipun ia belum melaksanakan suatu amal, Rasulullah saw bersabda:

مَنْ طَلَبَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقِ اُعْطِيْهَا وَاِنْ مَاتَ عَلىَ فِرَاشِهِ
Barangsiapa yang sungguh-sungguh memohon mati syahid kepada Allah, maka Allah mengantarkannya ke kedudukan orang-orang yang mati syahid, sekalipun dia mati di atas tempat tidurnya (HR. Muslim).

Disamping itu, keikhlasan dalam suatu amal akan membuat keimanan seseorang menjadi sempurna, karena hakikat iman adalah mengakui Allah swt sebagai Tuhan sehingga kita bersikap dan bertingkah laku karena-Nya, Rasulullah saw bersabda:

مَنْ أَعْطَى ِللهِ تَعَالَى وَمَنَعَ ِللهِ تَعَالَى وَأَحَبَّ ِللهِ تَعَالَى وَأَبْغَضَ ِللهِ تَعَالَى وَأَنْكَحَ ِللهِ تَعَالَى فَقَدِ اسْتَكْمَلَ إِيْمَانُهُ
Barangsiapa memberi karena Allah, menolak karena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah dan menikah karena Allah, maka sempurnalah imannya (HR. Abu Daud).

2.  Berpedoman Pada Al Qur’an dan Sunnah.

Al Qur’an merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk kehidupan umat manusia di dunia ini. Dengan petunjuk Al Qur’an, kehidupan manusia akan berjalan dengan baik, manakala mereka memiliki problema, maka problema itu dapat terpecahkan sehingga ibarat penyakit akan ditemukan obatnya. Sebaliknya, tanpa petunjuk Al Qur’an kehidupan manusia menjadi semraut, problematika hidup yang selalu bermunculan tidak mampu dipecahkan dan diatasi oleh manusia, apalagi bila satu masalah belum terselesaikan sudah muncul lagi masalah yang lebih rumit. Akibatnya, begitu banyak manusia yang putus asa dalam menghadapi masalah dan ini tercermin pada sikap menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan hingga bunuh diri yang kasusnya semakin banyak.

Sebagai petunjuk, Al Qur’an tidak selalu mengutarakan segala sesuatu secara detail, karenanya diperlukan penjelasan, baik dari Al Qur’an itu sendiri maupun dengan hadits-hadits dari Rasulullah saw, Allah swt berfirman: (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS Al Baqarah [2]:185).

Sebagai sumber hukum dan ajaran yang kedua, Al Hadits amat dibutuhkan oleh kita semua, apalagi salah satu fungsinya adalahbayan (penjelas) atas al Qur’an sehingga apa-apa yang digariskan di dalam Al Qur’an dapat kita laksanakan secara teknis dalam kehidupan sehari-hari.

Secara harfiyah, hadits adalah berita atau khabar. Karena itu dapat kita simpulkan bahwa hadits adalah informasi tentang perkataan, perbuatan dan diamnya Nabi. Istilah yang sering terkait dengan hadits adalah sunnah yang menurut bahasa adalahThorîqoh dan Sîroh yang berarti jalan, perjalanan hidup, atau Jalan dan kebiasaan yang baik atau yang jelak. Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy, pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa bermakna jalan yang dijalani, terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah, walaupun tidak baik. Dalam konteks ilmu hadits, sunnah adalah kebiasaan Nabi, sedangkan hadits adalah informasi tentang kebiasaan atau prilaku nabi.

Kedudukan Al Qur’an dan Al Hadits tidak perlu lagi dipersoalkan pentingnya, karenanya hingga hari ini sampai kiamat nanti kita amat memerlukannya sehingga menjadi kajian dan pelajaran yang selalu aktual sepanjang zaman, bahkan kalau Al Qur’an dan Al Hadits itu mau kita samakan dengan buku-buku lain dari sisi penjualan, maka keduanya adalah buku yang paling laris, bahkan di negara-negara barat, Al Qur’an menjadi “buku terlaris” yang tidak hanya dibeli oleh kalangan muslim tapi juga non muslim, inilah pusaka Nabi saw yang abadi sebagai sabdanya: Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama berpegang kepadanya, yaitu: kitabullah (Al Qur’an) dan sunnah Rasulullah (HR. Muslim).

3.  Taat Pada Ketentuan Hukum

Sebagai manusia kita amat membutuhkan ketentuan-ketentuan hukum, karenanya dalam hal apapun manusia membuat ketentuan yang mengikat secara hukum. Dalam sepakbola dan berbagai bidang olah raga, ada aturan main yang dirumuskan dan disepakati sehingga pertandingan bila berlangsung dengan baik. Dalam kehidupan ini, Allah swt paling tahu tentang hukum seperti apa yang cocok untuk kita. Karenanya melalui ibadah Ramadhan kita dilatih untuk disiplin dalam hukum sehingga sesuatu yang semula boleh menjadi tidak boleh untuk dilakukan pada siang hari dan baru dibolehkan pada malam hari seperti makan dan minum serta melakukan hubungan seksual dengan isteri. Bila sesuatu yang amat penting bagi manusia, yakni makan dan minum serta hubungan seksual sudah bisa dikendalikan, insya Allah kita bisa mengendalikan diri dan disiplin dalam hukum-hukum lain yang memang sangat penting untuk mengatur kehidupan manusia, Allah swt berfirman: Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak Mengetahui (QS Al Jatsiyah [45]:18).

Dalam konteks hukum, kita mengenal ada halal dan haram, ada haq dan bathil yang setiap kita harus tunduk pada ketetapan hukum itu dan jangan sampai mempermainkannya, apalagi sampai mencari lagalitas hukum untuk menghalalkan yang tidak halal, Allah swt berfirman: Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al Baqarah [2]:188).

Dengan selalu berpedoman kepada keduanya, kita akan memahami halal dan haram yang merupakan salah satu warisan Nabi. Suatu ketika, Abu Hurairah datang ke pasar dan berkata: Wahai penghuni pasar, betapa lemahnya kalian”. Mereka bertanya: “apa maksudmu wahai Abu Hurairah?”. Abu Hurairah menjawab: “itu warisan Rasulullah saw sedang dibagikan sementara kalian masih di sini. Mengapa kalian tidak pergi ke sana untuk mengambil jatah kalian darinya?”. Mereka bertanya: ”dimana?”. Abu Hurairah menjawab: ”di masjid”. Maka mereka keluar dengan cepat. Abu Hurairah berdiri menjaga barang mereka sampai mereka kembali. Abu Hurairah bertanya: ”Ada apa dengan kalian?”. Mereka menjawab: Wahai Abu Hurairah, kami telah datang ke masjid, kami masuk ke dalamnya tapi tidak ada yang dibagi”. Abu Hurairah bertanya: ”Apa kalian tidak melihat seseorang di masjid?”. Mereka menjawab: ”Kami melihat orang-orang yang shalat, membaca Al-Qur’an dan orang yang mempelajari halal dan haram”. Abu Hurairah berkata: ”Celaka kaliam, itulah warisan Muhammad saw” (HR. Thabrani). 

Dengan demikian, seorang muslim yang sejati adalah yang selalu memegang prinsip-prinsip dalam Islam, apapun situasi dan kondisinya.

Drs. H. Ahmad Yani 

Diruang yang sederhana ini, saya mencoba berkarya meskipun hanya di dunia maya.

Silahkan tambahkan komentar Anda, Semoga dapat sama-sama membangun. Terima kasih.
EmoticonEmoticon

Video

loading videos
Loading Videos...