Kerja
sambilan seolah menjadi hal biasa di kalangan mahasiswa. Namun Apakah hal ini
efektif pada saat seorang mahasiswa sedang dituntut untuk menuntut ilmu ?
Mahasiswa memang
memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan siswa sekolah setingkat SD,
SMP, maupun SMA (pendidikan dasar). Mereka memiliki tempat tertinggi di jenjang
pendidikan. Sistem pembelajaran pun juga berbeda sehingga menjadi salah satu
faktor pendukung keunikan tersebut. Pada jenjang pendidikan dasar tersebut,
kita tak pernah menemui istilah-istilah seperti IPK, SKS, skripsi, dosen, dsb.
Lama waktu pembelajarannya pun tak sepadat sekolah-sekolah formal biasa, cukup
dengan 3 hingga 4 jam perhari. Sementara itu, kerapkali kita melihat mahasiswa
itu seperti tak pernah kuliah. Datang ke kampus, kuliah menunggu dosen, jika
dosen tidak ada mereka akan pulang atau ke kantin.
Anggapan seperti
itu rupanya terlanjur melekat pada diri mahasiswa. Tapi, hal itu tidak
sepenuhnya benar. Mahasiswa yang jeli melihat waktu-waktu kosong, tak ada dosen
atau sehabis pulang kuliah tak ada kegiatan, mereka akan memanfaatkan waktu itu
untuk hal-hal yang berguna. Salah satunya adalah kerja sambilan.
Fenomena kerja
sambilan ini sangat menarik. Apalagi, ditambah adanya peluang berwirausaha bagi
mahasiswa. Namun, seperti biasa suatu hal memiliki pengaruh positif dan
negatif. Pengaruh baik dan buruk tersebut dihadapkan pada prestasi kuliah. Pada
akhirnya timbul pertanyaan, apakah mahasiswa yang kuliah dengan kerja sambilan
mampu mengikuti kegiatan kuliah dengan baik atau malah kuliahnya
terabaikan ?. Mari kita telusuri pada beberapa kisah berikut.
Adalah Hafiz Al Huda, mahasiswa D3 Desain
Komunikasi Visual (DKV) Universitas Sebelas Maret yang bekerja di CV Nasuha,
sebuah perusahaan marketing milik orang tuanya. Hafiz memulai pekerjaannya
sejak duduk di semester satu. Bermula dari bantu – bantu jika ada waktu
senggang membuatnya lama kelamaan tertarik untuk menjalani pekerjaan tersebut.
Mulai semester dua ia mulai aktif menekuninya.
Motivasinya
menggeluti pekerjaan ini adalah untuk mencari pengalaman kerja dan membantu
orang tua. Walaupun banyak menyita waktu, selama ini kuliah dan
prestasinya di kampus tidak terganggu. Kuncinya adalah pandai–pandai mengatur
waktu antara kuliah, bekerja, dan juga ber-freshing dengan teman–teman. Sehari–hari ia bekerja pada
pagi hari dan kuliah pada siang hari. Hafiz berpesan agar antara kuliah dan
pekerjaan harus tetap seimbang. Kuliah tetap prioritas karena itu yang utama.
Orang tua pun
mendukung Hafiz bekerja sambil kuliah, karena menurut mereka membagi waktu
antara bekerja dan kuliah merupakan proses pembentukan jiwa wirausaha
anak. Oleh karena itu, ini mereka tanamkan mulai dari sekarang. Mereka percaya
bahwa putranya mampu membagi waktu antara waktu kuliah dan pekerjaannya.
Pimpinan perusahaan
yang juga ayah Hafiz sendiri, Marzuli, megungkapkan bahwa beliau cukup puas
dengan hasil pekerjaan anaknya. Walaupun kerja sambil kuliah, namun ia jarang
terlambat dalam bekerja. Saran beliau untuk mahasiswa yang kuliah sambil kerja
adalah tetap positif thingking bisa
membagi waktu antara kerja dan kuliah, dan yang paling penting buang jauh –
jauh gengsi karena kuliah sambil bekerja.
Cerita senada juga
dialami oleh Pinda Prasetiawan,
seorang mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan FP UNS termotivasi untuk bekerja
sambilan dengan alasan, selagi masih muda carilah ilmu dan pengalaman
sebanyak-banyaknya. Motivasi itu ternyata juga didukung oleh orang tuanya. Saat
ini ia bekerja sambilan sebagai broker baju
dan HP. Pekerjaan itu tak jarang bisa menghasilkan pendapatan antara
Rp.500.000,00 sampai Rp.1.000.000,00 perbulan bergantung pada banyak sedikitnya
pelanggan. Kuliah sambil kerja sambilan memang dirasanya seringkali
berbentrokan. Tapi ia menerapkan manajemen yang baik antara waktu kuliah dan kerja
sambilan dengan baik. Saat kuliah fokuskan pada kuliah dan saat kerja fokuskan
pada pekerjaan, selain itu, luruskan niat dan jalani semuanya dengan baik sebab
uang bukanlah segalanya. Strategi dan motivasi itu pula yang membantunya meraih
IPK terbaik serta sering diberi amanah oleh jurusan untuk mengikuti berbagai
lomba. Rupanya kerja sambilan bagi Pinda memberikan nilai plus tersendiri.
Bukan hanya menambah pengalaman kerja, prestasinya pun bisa mengimbangi
kesibukannya dalam bekerja.
Lain halnya dengan
dengan Pinda, Fajar, mahasiswa Agroteknologi semester tiga sempat terganggu
kuliahnya sehingga IPK-nya menurun, lantaran bekerja sambilan. Dia tidak bisa
mengambil SKS secara penuh. Hal itu disebabkan karena fokus kuliahnya harus
terbagi dengan kerja sambilannya. Kebetulan, dia bekerja di usaha milik ayahnya
yaitu penggilingan padi. Sehari rata-rata ia bekerja selama kurang lebih 6 jam.
Maka, tak heran waktu yang cukup banyak digunakan untuk kerja sambilan ini juga
berpengaruh pada prestasinya dalam kuliah. Walaupun begitu, dia bisa memperoleh
pendapatan sekitar Rp.500.000 perbulan. Saat ini ia sedang lebih memfokuskan
diri pada kuliahnya. Sejalan dengan niatnya itu, orang tuanya mendukung bahwa
kuliah harus tetap dijalani dan sebisa mungkin cepat diselesaikan agar dapat
langsung bekerja di usaha keluarga, tanpa dibebani kuliah lagi.
Secuil kisah
mahasiswa di atas setidaknya memberikan gambaran perbandingan tentang bagaimana
pengaruh kerja sambilan dengan prestasi kuliah. Dampak buruk atau baik pada
prestasi untuk setiap mahasiswa berbeda-beda. Hanya sekarang tinggal bagaimana
mereka mau menjalani keduanya secara seimbang atau malah harus melepaskan kerja
sambilan demi kepentingan kuliah dan prestasinya.
Bagaimana dengan Anda? Hehe.. ^^
Silahkan tambahkan komentar Anda, Semoga dapat sama-sama membangun. Terima kasih.
EmoticonEmoticon