Ketika kita hendak memilih
jurusan di perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, kita akan menemukan
satu fakultas yang berisi jurusan-jurusan atau departemen-departemen ilmu
murni, seperti Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, Geografi, dan juga Farmasi.
Di beberapa universitas, fakultas ini memiliki jurusan tambahan seperti Ilmu
Komputer, Statistik, dan Instrumentasi. Fakultas tersebut adalah Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA).
Fakultas MIPA adalah fakultas
yang terfokus pada konsep keilmuan secara murni dan mendalam di bidang pada
masing-masing jurusan. Ini terlihat jelas dari kurikulum yang dimiliki oleh
tiap jurusan. Misalnya pada jurusan Kimia, fokus konsep diperdalam dengan
adanya cabang-cabang seperti Kimia Analitik, Kimia Organik, Kimia Anorganik,
dan Biokimia yang setiap cabangnya terdiri lagi dari berbagai spesifikasi
(meskipun belum sepenuhnya diterapkan secara khusus). Begitu pula dengan
jurusan yang lainnya.
Kefokusan pada ilmu
dasar/murni yang dipelajari, membuat masyarakat berpikir bahwa MIPA adalah
fakultas yang miskin dengan prospek dan prospek kerja. Sudah sangat berakar
pola pikir dan anggapan bahwa lulusan MIPA hanya memiliki dua pilihan, ilmuwan
atau guru. Ini disebabkan yang mereka pelajari hanyalah ilmu dasar dan kalaupun
mereka bekerja di dunia perindustrian, mereka hanyalah konseptor penghuni
laboratorium. Masalah penghasilan yang rendah pun turut menjadi bagian dari
paradigma yang berkembang.
Padahal bila kita mengkaji
lebih dalam lagi, kita akan menemukan fakta bahwa MIPA adalah ibu dari segala
jurusan berbau sains. MIPA dapat pula diibaratkan sebagai akar dari sebuah
pohon masa depan. Kalau kita sudah menjadi akar, bukankah kita akan
punya banyak kesempatan untuk menumbuhkan jutaan cabang dalam mengembangkannya? Apalagi,
di fakultas tersebut, para peserta didik akan diberikan penanaman pola pikir
yang tidak diberikan di fakultas lain. Pola pikir yang berbeda dan berorientasi
pada hal pasti akan menumbuhkan cabang-cabang yang kekar dan dinamis. Ketika
sebuah pohon memiliki akar yang kuat, mau jadi pohon raksasa pun tidak masalah.
Ini mengindikasikan bahwa visi menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagai pilar kemajuan bangsa akan tercapai dengan mudah bila para insan yang
menghuni bangsa tersebut memiliki ilmu dasar yang kuat. Ini menunjukkan bahwa
jurusan MIPA pun memiliki prospek yang luas.
Para lulusan MIPA pun memiliki
banyak kesempatan untuk merangkul berbagai profesi. Industri perminyakan dan
pertambangan yang dianggap sebagai lapangan kerja penuh untuk teknik, ternyata
membutuhkan jasa ahli Kimia, Fisika, Biologi, dan Matematika dalam jumlah yang
relatif banyak. Perkembangan teknologi yang progresif dan dinamis membuat dunia
perindustrian mencari berbagai cabang baru mengenai proses dan analisis metode
produksi dari gabungan tenaga MIPA maupun teknik.
Negara Indonesia yang
merupakan negara berkembang, membutuhkan pribadi-pribadi yang mandiri. Oleh
karena itu, alangkah baiknya bila orientasi para mahasiswa bukanlah bekerja,
tapi menciptakan lapangan kerja. Para lulusan MIPA yang memang memiliki bakat
sebagai konseptor, dapat membuat dan menciptakan inovasi baru untuk
proyek-proyek pembangunan di segala bidang/sektor, seperti sektor pangan,
kesehatan, teknologi komputer, dan konversi energi. Tentu saja ini akan
menyerap banyak tenaga kerja.
Kita pun dapat melihat salah
satu contoh sosok sukses hasil didikan Fakultas MIPA, yaitu Profesor Yohanes
Surya. Beliau berhasil membawa Indonesia menjadi juara dunia Olimpiade Fisika
Internasional tahun 2006. Kini, beliau merangkap banyak profesi sebagai
ilmuwan, motivator, dosen, penulis, dan pengembang industri.
MIPA memang hanya berorientasi
pada ilmu dasar secara mendalam, tetapi kreativitas dan pola pikir yang
diterapkan secara baik akan menjadikan insan-insan MIPA sebagai insan-insan
produktif yang tidak bergantung penuh kepada institusi/pemerintah dalam
berkarya. Ini adalah jalan terbaik untuk menciptakan propek yang baik pula bagi
lulusan MIPA dan tidak menutup kemungkinan bagi lulusan dari jurusan lain.
Menjadi mahasiswa MIPA pun
sebenarnya merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah. Dengan
memperdalam pemahaman sains, kita jadi semakin mengerti bahwa semua fenomena
dan keajaiban yang ada di alam ini berada di bawah kendali Dzat Yang Maha
Kuasa, sehingga rasa syukur dan keimanan kita pun akan bertambah jika kita
adalah kaum yang berfikir.
Dengan mendekatkan diri kepada
Ilahi Rabbi, adakah yang masih ragu dengan prospek yang notabenenya adalah
rezeki di masa depan? Prospek bukan hal yang mesti ditakuti. Prospek adalah
tantangan yang mesti diciptakan sendiri, tentunya atas seizin-Nya. Meskipun
memang, kondisi MIPA di Indonesia masih cukup tertinggal dibanding negara maju
seperti Jepang yang dari segi spesifikasi dan teknologinya jauh di depan.
Sebagai contoh, fokusnya MIPA-Biologi disana bukan lagi seperti Biokimia, tapi
fokusnya sudah lebih dalam dan bercabang lagi seperti Bioprotein. Tetapi ini
bukan alasan bagi kita untuk takut menjadi civitas MIPA. Karena kalau bukan kita,
siapa lagi yang mau dan mampu mengembangkannya?
Sejauh ini, Indonesia memang
terlihat lebih progress dan perhatian kepada jurusan sosial. Politikus, hakim,
ekonom, semua terkesan menjadi profesi elit di mata masyarakat. Namun
ketahuilah, tulang punggung negeri yang nyata adalah sains dan teknologi. Jadi,
masih banyak potensi yang bisa kita gali untuk membangun negeri melalui sains
dan teknologi.
Menjadi mahasiswa MIPA
bukanlah ancaman bagi kesuksesan masa depan. Justru dengan MIPA, kita bisa
menciptakan masa depan baru untuk diri kita, lingkungan kita, dan Indonesia
kita.
Silahkan tambahkan komentar Anda, Semoga dapat sama-sama membangun. Terima kasih.
EmoticonEmoticon